Thursday, 25 August 2011

Belajar bersama Mitha # 01

Kemarin Natal yang indah bagi Mitha. Bagaimana tidak, dia bisa terbebas sejenak dari rutinitas sekolahnya. Bersama aku, Mitha seharian menghabiskan waktunya berjalan-jalan, menikmati libur Natal.
Setelah nonton film yang lumayan seru hasil besutan Andrea Hirata dan Riri Reza di Cinema XXI Urip Sumoharjo, kami langsung meluncur ke Mc Donald Sudirman. Kalau saja tidak karena aku cinta pada Mitha, sebenarnya aku lebih memilih secangkir black coffe di Starbucks atau kopi joss Tugu andai saja sekarang malam hari. Namun karena Mitha lebih senang makanan lazy food, membuatku harus mengalah pada seleranya. Maklumlah, cinta itu perlu pengorbanan. Ada ongkos mahal untuk membayarnya. Cinta itu bukan sekedar omong kosong yang di umbar, namun harus diupayakan, diusahakan, dibentuk dan dibangun. Dan demi semua itu, aku mau tak mau menipu diriku sendiri, membayangkan sekerat daging rendang yang kumakan – untuk menekan rasa tak berseleraku pada sepotong roti tumpuk yang rasanya aneh itu.
Setelah puas nongkrong di Mc D, kami langsung cabut ke pantai Jaten. Semula kami hendak ke Amplas, Galeria atau Saphir. Mitha hendak mencari sepatu Converse lagi. kenapa aku bilang lagi? Mitha itu maniak Converse, dia sudah punya lima belas pasang sepatu kanvas kegemaran bule-bule itu.
“Plis Mitha, kamu kan dah punya banyak, masa’ masih kurang sih sayang?”
“Tapi aku kan cinta dengan sepatu-sepatu itu”
“Cinta itu gak berarti kamu harus menjadi gelap mata Mitha, kamu harus rasional sayangku, masa’ sih kamu mau jadi budak nafsu barang? Emang enak jadi orang yang addicted? So plis cintaku… my honey… cukuplah dengan Convers-mu itu!!!” pintaku.
“Om dah gak cinta ama aku ya??”
“Lho kok ngambek sih… Apa selama ini apa yang Om lakukan untuk Mitha masih kurang. Semua itu Om lakukan karena Om cinta ama Mitha, sayangku…”
“Ok deh… kali ini Mitha yang ngalah. Mitha juga sayang ama Om!!!”

* * * * *

Setiba di pantai Jaten, Mitha langsung berlari menyambut debur ombak. Basah bajunya bersimbah air laut. Mitha tertawa puas. Sambil berteriak semau-maunya.
“Tuhan, aku cinta negeri ini…” teriak Mitha.
“Lho kok dengan Negeri cintanya? Bukankah para pengurusnya banyak yang brengsek? Kenapa gak sama Om aja cintanya?” Tanyaku iseng.
“Hahaha… emang sih para pemimpin negeri ini banyak yang bangsat Om – sebangsat Om kepada keluarga Om. Tapi kan gak ada urusannya dengan Cinta Mitha kepada negeri yang indahnya gila ini. Negara emang brengsek Om, tapi kalo cinta negeri itu harga mati Om…”
“Kok kayak tentara sih Mith, pake cinta ama negeri segala?”
“Hahaha… Om sayangku yang ganteng, eh yang goblok!!! Cinta ama negeri tuh gak ada urusannya dengan karir, politik, kedudukan, atau usia. Gimana sih Om..??”
“Oh gitu ya??”
“Ya iyalah, kalau Om baru bisa mencintai sesuatu yang remeh-temeh itu sih namanya bukan cinta Om, tapi nafsu…”


by: Ali Antoni

No comments:

Post a Comment